Pada sisi lain, jumlah guru PNS di Boyolali yang pensiun setiap tahun rata-rata 300 orang. Kondisi ini menyebabkan guru non-PNS harus ditambah. Padahal mereka yang non-PNS ini tidak digaji negara melainkan digaji pihak sekolah.
“Sementara sekolah SD tidak boleh melakukan pungutan untuk membayar guru non-PNS. Sekolah SD hanya boleh meminta sumbangan dari wali murid yang nilainya tidak boleh ditentukan. Maka dari itu, solusi dari permasalahan ini ya merger agar sekolah jadi efisien,” tambah dia.
Meski demikian, merger tidak dapat dilakukan serta merta. Ada pertimbangan-pertimbangan lain yang penting. Darmanto menyebutkan kelanjutan studi siswa menjadi aspek utama dalam pertimbangan tersebut.
Artinya, jangan sampai siswa menjadi putus sekolah gara-gara sekolahnya ditutup karena digabung dengan sekolah lainnya. “Program wajib belajar harus tetap sukses. Jangan sampai anak putus sekolah gara-gara merger,” imbuhnya.
Perhitungan jarak antarsekolah yang dimerger juga menjadi pertimbangan penting. “Kalau jarak sekolah yang akan dimerger terlalu jauh kan kasihan juga anak-anak berangkat dan pulang jalan kaki,” ungkap dia.
Untuk diketahui, pada 2017 ada dua SD di Boyolali yang dgabung yakni SDN Pakel 3 dengan SDN 2 Mojosongo.
1 << Halaman Sebelumnya
--------------------------------------
Demikian Informasi tentang yang bisa kami bagikan, Silahkan like fanspage dan tetap kunjungi situs kami di www.liputanpendidik.blogspot.co.id untuk mengupdate segala informasi anda seputar Pendidkan, Guru, ASN/PNS, CPNS, info Honorer, dll. Kami akan senantiasa memberikan berita terbaru, teraktual, terpopuler, yang dilansir dari berbagai sumber terpercaya.Terima Kasih atas kunjungan anda. Apabila bermanfaat Tolong dibagikan. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Sumber: solopos.com
0 komentar:
Post a Comment
Jadilah orang yang memberikan komentar yang baik untuk semuanya!