CONTOH RPP TEKS KRITIK DAN ESAI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah/Satuan Pendidikan :
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XII/6
Pertemuan Ke : 5, 6, dan 7
Alokasi Waktu : 3 Pertemuan (3 X 4 Jam Pelajaran x 45 menit)
Materi Pokok : Teks Kritik dan Esai
A. Kompetensi Inti
Tujuan pembelajaran sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum, berbentuk kompetensi yang terdiri atas (1) kompetensi sikap spiritual, (2) kompetensi sikap sosial, (3) kompetensi pengetahuan pengetahuan, dan (4) kompetensi keterampilan. Rumusan kompetensi sikap spiritual, “Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya”; kompetensi sikap sosial, “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai)santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia”, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yakni keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan digunakan sebagai dasar bagi guru dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.
KI 1 Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 2 Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian
Kompetensi Dasar | Indikator |
3.12 Membandingkan kritik sastra dan esai dari aspek pengetahuan dan pandang- an penulis. 4.12 Menyusun kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan penulis. | · Menentukan unsur-unsur kritik dan esai, persamaan dan perbedaan kritik dan esai, dari aspek pengetahuan dan pandangan. · Menulis kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan tertulis. · Mempresentasikan, menanggapi, merevisi kritik dan esai yang telah ditulis. |
3.13 Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai. 4.13 Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai. | · Menemukan isi dan sistematika, kebahasaan kritik dan esai · Menyusun kritik dan esai berdasarkan konstruksi dengan memerhatikan sistematika dan kebahasaan · Mempresentasikan, Memberikan penilaian terhadap kritik dan esai berdasarkan sistematika dan kebahasaan. |
C. Materi Pembelajaran
Kritik dan Esai
· pengertian kritik dan esai;
· jenis-jenis kritik dan esai;
· bagian-bagian kritik dan esai (pembukaan, isi, penutup);
· perbedaan kritik dan esai; dan
· penyusunan kritik dan esai
- Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
(Catatan: kolom bagian kanan bukan bagian RPP tetapi penjelasan prosedur model pembelajaran Bahasa Indonesia).
Pendahuluan: 3 X 10 menit 1. Peserta didik merespon salam tanda mensyukuri anugerah Tuhan dan saling mendoakan. 2. Peserta didik merespon pertanyaan dari guru berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya. 3. Peserta didik menerima informasi dengan proaktif tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. 4. Peserta didik menerima informasi tentang hal-hal yang akan dipelajari dan dikuasai khususnya tentang pembelajaran teks kritik dan esai. | Membangun Konteks: Dialog informasi tentang fungsi dan wujud teks kritik dan esai dalam kehidupan sehari-hari. Dapat pula ditayangkan film dokumenter dunia flora dan fauna | ||
Kegiatan Inti: 3 X 150 menit | |||
1. Peserta didik membaca 2 atau 3 teks kritik dan esai yang bertema sama. 2. Peserta didik mencermati struktur teks dari 2 atau teks kritik dan esai yang telah dibacanya. 3. Peserta didik mencermati ciri kebahasaan yang digunakan dalam teks kritik dan esai. 4. Peserta didik mencermati isi pokok dalam 2 atau teks kritik dan esai. 5. Peserta didik mengajukan pertanyaan tentang variasi struktur teks dari 2 atau 3 teks kritik dan esai. 6. Peserta didik mengajukan pertanyaan tentang ciri kebahasaan yang digunakan dalam 2 atau teks kritik dan esai. 7. Peserta didik mengajukan pertanyaan isi pokok dari 2 atau 3 teks kritik dan esai. 8. Peserta didik mengumpulkan informasi melalui telaah model teks kritik dan esai. 9. Peserta didik melakukan klasifikasi dan deskripsi hubungan antarkomponen yang ditemukan berdasarkan telaah model teks 10. Peserta didik menyimpulkan struktur teks kritik dan esai. 11. Peserta didik menyimpulkan ciri kebahasaan teks kritik dan esai. 12. Peserta didik menyimpulkan isi pokok dari 2 atau 3 teks kritik dan esai. 13. Peserta didik mempresentasikan hasil pengamatan tentang struktur, ciri bahasa, dan isi pokok dari 2 atau 3 teks kritik dan esai. | Menelaah Model Tujuan kegiatan ini agar peserta didik mendapatkan pengetahuan tentang teks kritik dan esai secara mandiri dengan bimbingan guru. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual, berpasangan, atau berkelompok. Panduan lembar kerja menelaah model teks sangat dianjurkan untuk digunakan. Kesimpulan dibahas secara klasikal dengan panduan guru agar kelas aktif menarik namun pengaturan waktu efesien | ||
14. Peserta didik mengerjakan latihan dan tugas yang diberikan guru untuk mengembangkan kompetensi (seperti latihan kata, kalimat, dan paragraf) yang sesuai dengan jenis teks kritik dan esai: a. latihan kosa kata teknis, sinonim b. latihan penulisan unsur serapan c. latihan pengembangan teks kritik dan esai: klasifikasi-deskripsi d. latihan pengembangan kekohesian 15. Peserta didik berdiskusi dengan teman sebangku atau berpasangan untuk menentukan topik dan menyusun kerangka karangan. Latihan pengembangan topik dengan peta pikiran (mindmap) atau jaring laba-laba (spider-web) atau teknik lain yang dapat digunakan. | Mengonstruksi Terbimbing: kegiatan ini merupakan aplikasi dari pemahaman tentang teks dan latihan kebahasaan yang diguna-kan dalam me-nyusun teks kritik dan esai. Ini semacam latihan berlari, menendang bola, membawa bola, mengoper bola, dan lain-lain sebelum bermain bola sesungguhnya | ||
16. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai dengan peta pikiran (mindmap) atau jaring laba-laba (spider-web). 17. Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai. 18. Peserta didik mengumpulkan informasi yang sesuai dengan topik yang telah dipilih. 19. Peserta didik menyusun teks kritik dan esai berdasarkan kerangka yang telah disusun dengan memperhatikan struktur teks, ciri kebahasaan, dan EBI. 20. Peserta didik mempresentasikan teks kritik dan esai yang telah disusun. 21. Peserta didik menanggapi teks kritik dan esai. 22. Peserta didik merevisi teks kritik dan esai berdasarkan masukan dari teman. 23. Peserta didik memasukkan lembar coretan kerja dan semua draf hingga draf final ke bendel portofolio masing-masing. | Mengonstruksi Mandiri: Setelah peserta didik berkegiatan untuk mendapatkan pemahaman dan berbagai latihan subkompetensi menulis (atau berbicara) diharapkan peserta didik sudah memiliki kepercayaan diri untuk menyusun teks secara mandiri. | ||
Penutup: 3 X 20 menit | |||
1. Peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari 2. Peserta didik melaksanakan penilaian pembelajaran yang diberikan pendidik. 3. Peserta didik saling memberikan umpan balik/refleksi hasil pembelajaran yang telah dicapai. 4. Pendidik menutup pembelajaran dengan ucapan salam | Kegiatan penutup merupakan refleksi guru dan peser-ta didik terhadap proses dan hasil pembelajaran sebagai upaya peningkatan mutu berkelanjutan | ||
E. Penilaian
KD dan Indikator (KD-3: Pengetahuan)
Kompetensi Dasar | Indikator |
3.12 Membandingkan kritik sastra dan esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis. 4.12 Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai. | · Menentukan unsur-unsur kritik dan esai, persamaan dan perbedaan kritik dan esai, dari aspek pengetahuan dan pandangan. · Menemukan isi dan sistematika, kebahasaan kritik dan esai |
Penilain Proses | Penilaian Hasil |
Penilaian proses aspek pengetahuan dapat dilakukan sejak kegiatan Menelaah Model dan Mengonstruksi terbimbing. Catatan terhadap peserta didik pada kegiatan tersebut dapat dijadikan penilaian sikap selama mengikuti pembelajaran: ketekunan, kerja sama, semangat, ketelitian, kerapihan, kebersihan, keseriusan. | Jenis : Tulis Bentuk : Uraian Contoh instrumen: 1. Tuliskanlah bagian-bagian struktur teks kritik dan esai yang Anda baca! 2. Tuliskanlah perbedaan dari aspek pengetahuan struktur teks kritik dan esai yang Anda baca! 3. Tuliskanlah perbedaan dari aspek Pandangan teks kritik dan esai yang Anda baca! |
KD dan Indikator (KD-4: Keterampilan)
Kompetensi Dasar | Indikator |
3.13 Menyusun kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan penulis. 4.13 Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai. | · Menulis kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan tertulis. · Mempresentasikan, menanggapi, merevisi kritik dan esai yang telah ditulis. · Menyusun kritik dan esai berdasarkan konstruksi dengan memerhatikan sistematika dan kebahasaan · Mempresentasikan, Memberikan penilaian terhadap kritik dan esai berdasarkan sistematika dan kebahasaan. |
Penilain Proses | Penilaian Hasil |
Penilaian proses aspek pengetahuan dapat dilakukan sejak kegiatan Mengonstruksi Terbimbing dan Mengonstruksi Mandiri. Catatan terhadap peserta didik pada kegiatan tersebut dapat dijadikan penilaian sikap selama mengikuti pembelajaran dan mengerjakan tugas (bendel portofolio): ketekunan, kerjasama, semangat, ketelitian, kerapihan, kebersihan, keseriusan. | Jenis : Menulis Bentuk: Uraian Contoh Instrumen Susunlah teks kritik dan esai dengan memerhati-kan hal di bawah ini! 1. Tentukan topik teks kritik dan esai! 2. Buatlah kerangka sesuai dengan struktur teks kritik dan esai! 3. Kembangkan kerangka tersebut menjadi teks kritik dan esai dengan memerhatikan struktur teks, ciri kebahasaan, dan EBI. |
Portofolio
Khusus untuk kompetensi menulis, penilaian meliputi proses dan produk yang tercakup dalam penilaian portofolio. Dokumen portofolio berisi:
(a) draf final (produk) berbobot 40%;
(b) bukti draf sedikitnya 3 draf berbobot 25%;
(c) bukti catatan tentang apa yang akan ditulis dan sumber penulisan berbobot 10%; dan
(d) catatan reflektif berbobot 25%.
Penilaian Sikap
Penilaian sikap dilakukan selama proses pembelajaran (termasuk informasi dari portofolio) atau di luar pembelajaran dengan melalui observasi dengan isian lembar pengamatan
Contoh format dan pengisian lembar pengamatan guru mata pelajaran
Nama Satuan pendidikan :
Tahun pelajaran : 2017/2018
Kelas/Semester : XII/6
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
No | Waktu | Nama | Kejadian/ Perilaku | Butir sikap | Positif/ Negatif | Tindak Lanjut |
1. | 11 Februari 2018 | Kemal | Tidak mengerjakan tugas menganalisis teks kritik dan esai. | Tanggung jawab | - | Dipanggil dan disuruh mengerjakan tugas kembali dengan waktu terbatas |
2. | 11 Februari 2018 | Anita | Mengerjakan tugas dengan serius, tepat waktu, dan hasilnya sangat baik | Tanggung jawab | + | Diberi pujian atau apresiasi |
Pedoman Penskoran
a. Pengetahuan
Soal | Aspek yang Dinilai | Skor |
1 | a. Peserta didik menuliskan bagian-bagian struktur teks kritik dan esai dengan sangat tepat | 4 |
b. Peserta didik menuliskan bagian-bagian struktur teks kritik dan esai dengan tepat | 3 | |
c. Peserta didik menuliskan bagian-bagian struktur teks kritik dan esai dengan kurang tepat | 2 | |
d. Peserta didik menuliskan bagian-bagian struktur teks kritik dan esai dengan tidak tepat | 1 |
Soal | Aspek yang Dinilai | Skor |
2 | a. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan sangat tepat | 4 |
b. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan tepat | 3 | |
c. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan kurang tepat | 2 | |
d. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan tidak tepat | 1 |
Soal | Aspek yang Dinilai | Skor | |
3 | a. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pandangan struktur teks kritik dan esai dengan sangat tepat | 4 | |
b. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pandangan struktur teks kritik dan esai dengan tepat | 3 | ||
c. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pandangan struktur teks kritik dan esai dengan kurang tepat | 2 | ||
d. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pandangan struktur teks kritik dan esai dengan tidak tepat | 1 | ||
Keterangan
Nilai = Perolehan skor
Jumlah soal
Contoh
Nilai = 10 x 100 = 83,33
Nilai = 10 x 100 = 83,33
12
b. Keterampilan
Soal | Aspek yang Dinilai | Skor |
1 | a. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai sangat sesuai isi teks | 4 |
b. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai sesuai isi teks | 3 | |
c. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai kurang sesuai isi teks | 2 | |
d. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai tidak sesuai isi teks | 1 | |
2 | a. Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai sangat lengkap dan sangat sesuai dengan topik | 4 |
b. Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai lengkap dan sesuai dengan topik | 3 | |
c. Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai kurang lengkap dan kurang dengan topik | 2 | |
d. Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai tidak lengkap dan tidak sesuai isi teks | 1 | |
3 | a. Peserta didik menulis teks kritik dan esai sangat sesuai dengan kerangka, struktur, ciri kebahasaan, dan EBI | 4 |
b. Peserta didik menulis teks kritik dan esai sesuai dengan kerangka, struktur, ciri kebahasaan, dan EBI | 3 | |
c. Peserta didik menulis teks kritik dan esai kurang sesuai dengan kerangka, struktur, ciri kebahasaan, dan EBI | 2 | |
d. Peserta didik menulis teks kritik dan esai tidak sesuai dengan kerangka, struktur, ciri kebahasaan, dan EBI | 1 |
Nilai = Perolehan skor
Jumlah kreteria/soal
Contoh
Nilai = 11 x 100 = 91,66
12
F. Pendukung Pembelajaran (Alat, Media, Bahan, Sumber)
1. Penyajian komputer (laptop) dengan program powerpoint.
2. Bahan ajar otentik teks kritik dan esai (hasil penelitian atau media massa).
3. Buku teks dan buku ensiklopedia.
4. Film dokumenter.
5. Internet.
Mengetahui, …….., …. 2018
Kepala ….. Guru Mata Pelajaran,
………………. …………………………
Ka ek u langeet kah ku peugandoe
(naik ke langit aku ketapel)
Katroek di bumoe kah ku singkla
(turun ke bumi aku ikat)
Bak gaki kah ku boeh pasong
(di kakimu aku pasang pasung)
Bak idoeng gunci tembaga
(pada hidungmu aku kunci dengan tembaga)
Di hadapan raja diwa hong saidi
RPP DAN MATERI PEMBELAJARAN SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2017/2018
MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XII (SMA/SMK)
1. TEKS NOVEL
2. TEKS ARTIKEL
3. TEKS KRITIK DAN ESAI
KLIK https://zuhriindonesia.blogspot.co.id/2017/12/rpp-teks-kritik-dan-esai-kelas-xii.htmlLAMPIRAN MATERI TEKS KRITIK DAN ESAI
Kompetensi Dasar
Pengetahuan | Keterampilan |
3.12 Membandingkan kritik sastra dan esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis | 3.13 Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai |
4.12 Menyusun kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan penulis baik secara lisan maupun tulis. | 4.13 Mengonstruksi sebuah kritik atau esai dengan memerhatikan sistematika dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis |
A. Contoh Teks (Fakta)
Kritik Sastra
Tirani dan Benteng : Potret dan RefleksiEmpat Dekade Sejarah Indonesia
Oleh: Ranti Jumiarni
Taufik Ismail adalah salah satu sastrawan yang mempelopori angkatan 66 dan puisi-puisi karyanya tak lekang oleh waktu. Salah satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng, kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara gamblang dan tanpa tedeng aling-aling. Kumpulan puisi ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng. Selain Tirani dan Benteng (1966), karyanya yang lain adalah Buku Tamu Musium Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1974), Kenalkan, Aku Hewan (sajak anak-anak,1976), Puisi-Puisi Langit (1990) dan Majoi. Beberapa dari puisinya telah dimusikalisasi oleh beberapa grup musik Indonesia, salah satunya Bimbo (Sejadah Panjang) dan alm. Nike Ardila (Panggung Sandiwara).
Tirani dan Benteng memotret secara sederhana dan lugas guratan peristiwa demi peristiwa yang terjadi empat dekade lalu. Taufik Ismail mengabadikan sejarah dengan bahasa yang mudah dipahami. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2003 : 79), maka Tirani dan Benteng adalah salah satu karya itu.
Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960 – 1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada masa itu. Elegi Buat sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan bangsa kita. Kekacauan yang melahirkan “peristiwa hitam” dalam peta sejarah Indonesia.
Dalam beberapa puisi yang lain Taufik menggambarkan kehidupan keluarganya dan masyarakat yang dihimpit kesulitan ekonomi pada masa itu. Kesederhanaan yang dituangkan Taufik pada bait-bait puisinya begitu mengesankan dan menarik kita untuk memasuki sekaligus memahami penderitaan rakyat karena lilitan kemiskinan yang begitu kental. Musim kemarau dan serangan hama yang terjadi pada masa itu membuat panen petani mengalami kegagalan. Keacuhan pemerintah menambah daftar hitam penyebab kelaparan yang terjadi di negeri tercinta ini. Hal ini terlihat jelas pada puisi Potret di Beranda, Syair Orang Lapar, dan Catatan Tahun 1965.
Ditegaskan pula dalam puisinya yang berbentuk catatan harian. Dalam puisi ini Taufik benar-benar mendambakan kemerdekaan, baik kemerdekaan dalam berkarya maupun kemerdekaan dalam sendi-sendi kehidupan. Hal ini terlihat jelas dalam rangkaian puisinya yang berjudul 2 September 1965, Pagi, 2 September 1965, Senja, Pikiran sesudah Makan Malam, September dan Sesudah Dua Puluh Tahun (setelah merdeka).
Tiran. Tirani. Hanura. Tiga kata yang tak asing. Bangsa kita pernah mengalaminya, menjalaninya, bahkan mengulangnya dalam dekade yang berbeda. Ketika negara membungkam rakyatnya, ketika negara menelanjangi hak warganya, dan ketika negara tak mampu menjadi rumahbagi penduduknya maka saat itulah tiran, tirani bahkan hanura diteriakkan di mana-mana. Delapan belas puisi yang ditulis oleh Taufik dalam Tirani banyak mengungkapkan kepada kita apa yang terjadi pada tahun 1966. Tahun pergolakan, perubahan dan peralihan dari masa orde lama menuju ke orde baru.
Betapa beraninya pemuda-pemuda Indonesia yang tergabung melalui KAMI dan KAPPI memperjuangkan ketidakadilan dan kebenaran yang dikungkung pada masa itu. Satu per satu dari mereka berjatuhan, merahnya darah mereka menjadi saksi bagi pertiwi. Awan kedukaan ketika pahlawan revolusi gugur belum lagi lenyap, kedukaan lain membayang. Indonesia kembali menangis ketika harus melepaskan tunas-tunas bangsa ke pemakaman (Sebuah Jaket Berlumur Darah dan Percakapan Angkasa)
B. Pengertian Kritik Sastra
Teks di atas mengungkapkan penilaian terhadap sebuah karya sastra yang ditulis oleh Taufik Ismail pada buku kumpulan puisi yang berjudul Tirani dan Benteng. Selain itu teks tersebut juga mengungkapkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960-an. Diksi yang digunakan oleh Taufik Ismail menggambarkan situasi dan kondisi menjelang dikeluarkannya Tritura, hingga lengsernya kepemimpinan orde lama menuju ke orde baru.
Secara etimologis, istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi, membanding, menimbang”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kesustraan” Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik. Secara harafiah, kritik sastra merupakan upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik.
C. Ciri-ciri Teks (Prinsip)
1. Fungsi
Dalam pengategorian teks, ulasan termasuk ke dalam jenis discussion, yakni teks yang berfungsi untuk membahas berbagai pandangan mengenai suatu objek, isu, ataupun masalah tertentu. Ulasan termasuk ke dalam jenis teks argumentatif. Di dalam teks tersebut disajikan banyak pendapat berdasarkan interpretasi ataupun penafsiran dari perspektif tertentu dengan disertai fakta-fakta pendukungnya. Kritik sastra dapat digolongkan ke jenis teks ulasan. Kritik sastra melakukan penilaian terhadap sebuah karya sastra dengan mempertimbangkan baik buruknya karya sastra dari berbagai aspek kepengarangan serta menyandarkan diri pada suatu teori sastra tertentu.
Dengan demikian, kritik sastra merupakan hasil interpretasi terhadap sebuah karya sastra untuk menentukan nilai dalam bentuk memberi pujian, menyampaikan kekurangan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik. Dengan membaca sebuah kritik sastra, pembaca akan mudah memahami karya sastra yang dikritik. Baik dari isi maupun dari bentuknya, sekaligus mengetahui kelebihan maupun kelemahan dari sebuah karya sastra.
2. Struktur Kritik Sastra
Kritik sastra dapat dikategorikan dalam teks tanggapan atau ulasan. Sebagaimana yang tampak pada contoh kritik sastra yang berjudul Tirani dan Benteng : Potret dan RefleksiEmpat Dekade Sejarah Indonesia, teks kritik sastra memiliki struktur sebagai berikut.
a. Pengenalan isu atau tinjauan karya (prosa, puisi, drama);
didalamnya berupa identitas penulis, karya sastra yang pernah dihasilkan, penilaian secara umum, termasuk gambaran isi karya sastra itu sendiri (sinopsis)
b. Pemaparan argumen;
berisi analisis berkenaan dengan unsur-unsur karya berdasarkan perspektif (sudut pandang) tertentu dan interpretasi penulis terhadap karya sastra. Pada bagian ini dikemukakan juga fakta-fakta pendukung untuk memperkuat argumen penulis
c. Penilaian dan rekomendasi;
berisi timbangan keunggulan maupun kelemahan karya sastra yang diulas. Pada bagian ini dapat pula disertai saran-saran untuk khalayak terkait dengan kepentingan pengapresiasiannya
Dalam teks yang lain, struktur teks ulasan mungkin pula disertai dengan daftar pustaka.
Berikut contoh analisis struktur teks kritik sastra
Teks | Struktur | Penjelasan |
Taufik Ismail adalah salah satu sastrawan yang mempelopori angkatan 66 dan puisi-puisi karyanya tak lekang oleh waktu. Salah satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng, kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara gamblang dan tanpa tendeng aling-aling. Kumpulan puisi ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng. | Pengenalan isu atau tinjauan karya | 1. Nama sastrawan dan karya yang pernah dihasilkan 2. Penilaian secara umum karya sastra yang dikritik 3. Sinopsis |
Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960 – 1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada masa itu. Elegi Buat sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan bangsa kita. Kekacauan yang melahirkan “peristiwa hitam” dalam peta sejarah Indonesia. | Pemaparan argumen | Hasil interpretasi puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Tirani dan Benteng |
Dari ketiga bagian; Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng, semuanya menceritakan hal yang sama yaitu penderitaan rakyat Indonesia di masa-masa itu; kemiskinan dan ketidakadilan, perbedaan status antara si miskin dan kaya, terbelenggunya pemikiran-pemikiran sastrawan, serta munculnya PKI di republik ini. Tirani dan Benteng mampu merefleksikan kehidupan sosial masyarakat di mana puisi ini ditulis dengan apik. Kata demi kata, bait demi bait, puisi demi puisi jalin menjalin untuk melukiskan latar sosial, ekonomis, hingga sejarah dengan sangat tepat. Di sisi lain, cobalah kita merenung sejenak peristiwa besar yang kembali menggores parut di wajah Indonesia. 12 Mei 1998. Mahasiswa kembali turun ke jalan. Peluru kembali ditembuskan. Darah kembali mengalir. Almamater kembali memerah. Tirani dan Benteng memang dipotret Taufik Ismail 42 tahun yang lalu. Namun sejarah kembali terulang 32 tahun sesudahnya. Membaca Tirani dan Benteng bagai menjalani napak tilas. Peristiwa lengsernya Soeharto adalah dejavu dari lengsernya Soekarno. Benar adanya ungkapan yang populer di kalangan guru sejarah. Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Semoga apa yang dipotret Taufik Ismail tentang kelamnya sejarah Indonesia tidak akan terulang untuk ketiga kalinya. Semoga dengan membaca Tirani dan Benteng kita mampu belajar banyak agar menjadi lebih bijak. | Penilaian dan rekomendasi | Kelebihan maupun kekurangan dari karya sastra yang dikritik |
3. Kebahasaan
Berdasarkan kaidah bahasanya, kritik sastra memiliki karakteristik kebahasaan seperti berikut:
a. Menggunakan kata sifat yang menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap karya sastra tertentu, misalnya, cukup fenomenal, gamblang, sederhana, lugas, berhasil, sukses, apik, sangat tepat, popular, bijak
Contoh:
1) Salah satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng
2) Kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara gamblangdan tanpa tedeng aling-aling.
3) Tirani dan Benteng memotret secara sederhana dan lugas guratan peristiwa demi peristiwa yang terjadi empat dekade lalu.
4) Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2003 : 79), maka Tirani dan Bentengadalah salah satu karya itu.
5) Tirani dan Bentengmampu merefleksikan kehidupan sosial masyarakat di mana puisi ini ditulis dengan apik.
6) Kata demi kata, bait demi bait, puisi demi puisi jalin menjalin untuk melukiskan latar sosial, ekonomis, hingga sejarah dengan sangat tepat.
7) Benar adanya ungkapan yang populer di kalangan guru sejarah.
8) Semoga dengan membaca Tirani dan Benteng kita mampu belajar banyak agar menjadi lebih bijak.
b. Karena sifatnya yang argumentatif, dalam suatu alasan banyak dijumpai pernyataan yang berupa pendapat, yang kemudian ditunjang pula oleh fakta. Kehadiran fakta berfungsi sebagai sarana untuk memperjelas pendapat.
Berikut contoh-contoh pernyataan yang berupa fakta untuk menguatkan pendapat
1) Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960 – 1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada masa itu.
2) Delapan belas puisi yang ditulis oleh Taufik dalam Tirani banyak mengungkapkan kepada kita apa yang terjadi pada tahun 1966. Tahun pergolakan, perubahan dan peralihan dari masa orde lama menuju ke orde baru.
3) Pada bagian ketiga dari kumpulan puisi Tirani dan Benteng, Taufik menuliskan dua puluh dua puisi yang memaknai benteng itu sendiri. Benteng itu itu adalah keberanian mereka menegakkan kebenaran dan keyakinan untuk memberangus kezaliman penguasa. Pasukan itu adalah pemuda-pemudi.
4) 12 Mei 1998. Mahasiswa kembali turun ke jalan. Peluru kembali ditembuskan. Darah kembali mengalir. Almamater kembali memerah.
5) Tirani dan Benteng memang dipotret Taufik Ismail 42 tahun yang lalu. Namun sejarah kembali terulang 32 tahun sesudahnya.
c. Terdapat kata kerja mental. Hal ini terkait dengan karakteristik kritik sastra yang mengemukakan sejumlah pendapat.
Kata kerja mental yang dimaksud, antara lain, ditegaskan, mendambakan, menguatkan, kebesaran, keikhlasan, kebenaran.
Contoh:
1) Ditegaskan pula dalam puisinya yang berbentuk catatan harian.
2) Dalam puisi ini Taufik benar-benar mendambakan kemerdekaan.
3) Air mata seorang ibu juga benteng yang menguatkan perjuangan pada masa itu.
4) Kebesaran dan keikhlasanhati seorang ibu untuk melepas putra-putri kesayangannya ke jalan kebenaran
d. Satuan bahasa yang merujuk pada interpretasi karya sastra tertentu
Satuan bahasa itu antara lain menggambarkan, hal ini terlihat jelas.
Contoh :
1) Elegi Buat sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan bangsa kita.
2) Musim kemarau dan serangan hama yang terjadi pada masa itu membuat panen petani mengalami kegagalan. Keacuhan pemerintah menambah daftar hitam penyebab kelaparan yang terjadi di negeri tercinta ini. Hal ini terlihat jelas pada puisi Potret di Beranda, Syair Orang Lapar, dan Catatan Tahun 1965.
3) Dalam puisi ini Taufik benar-benar mendambakan kemerdekaan, baik kemerdekaan dalam berkarya maupun kemerdekaan dalam sendi-sendi kehidupan. Hal ini terlihat jelas dalam rangkaian puisinya yang berjudul 2 September 1965, Pagi, 2 September 1965, Senja, Pikiran sesudah Makan Malam, September dan Sesudah Dua Puluh Tahun (setelah merdeka)
(Oleh Ranti Jumiarni)
ESAI
A. Contoh Esai
MEURAJAH
Meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan meurajah, walau secara keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau meurajah merupakan salah satu genre sastra.
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
Meurajah Peneukoh
Ka ek u langeet kah ku peugandoe
(naik ke langit aku ketapel)
Katroek di bumoe kah ku singkla
(turun ke bumi aku ikat)
Bak gaki kah ku boeh pasong
(di kakimu aku pasang pasung)
Bak idoeng gunci tembaga
(pada hidungmu aku kunci dengan tembaga)
Di hadapan raja diwa hong saidi
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat beragam mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan “hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan, demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib ini tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang diucapkan.
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung).
Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya mereka tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para thabib, dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng peunukoeh” (tidak kuat pemotong).
Oleh Zulfadli Kawom
Dimuat di Buletin Tuhoe Edisi XVI, Desember 2013
B. Pengertian Esai
Teks yang telah kamu baca itulah yang dimaksud dengan esai. Teks tersebut berisikan tanggapan atau pendapat seseorang tentang sebuah peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan esai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu karangan atau tulisan yang membahas suatu masalah secara sekilas dari sudut pandang pribadi penulisnya. Dari pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa esai adalah tulisan yang mengandung opini dan sifatnya subjektif atau argumentatif. Pandangan-pandangan pribadi tersebut haruslah logis dan dapat dipahami dengan baik. Tidak hanya itu, argument yang disampaikan dalam esai harus didukung oleh fakta, sehingga esai tersebut tidak menjadi tulisan yang fiktif atau imajinasi sang pengarang belaka.
B. Ciri-ciri Esai
1. Fungsi Esai
Berdasarkan contoh di atas tampak bahwa esai merupakan teks yang berfungsi untuk menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang dapat maupun yang terjadi di muka bumi ini.
Adapun informasi yang terungkap di dalam teks itu berkenaan dengan budaya masyarakat Aceh yang masih percaya pada pengobatan secara tradisional dibandingkan dengan pengobatan secara modern. Meskipun tidak semua masyarakat Aceh yang percaya pada pengobatan tradisional tersebut.
2. Struktur Esai
Perhatikan kembali teks esai di atas ataupun teks esai lainnya yang telah kamu baca dari sumber lain. Untuk menulis esai yang baik, terdapat struktur dari esai yang harus diperhatikan penulis. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan untuk mengungkapkan topik atau tema yang akan dibahas.
Berdasarkan teks esai yang berjudul “Meurajah” tampak jelas penulis mengantarkan pembaca untuk memahami topik yang dibahas. Penulis memulai dengan pemahamannya tentang meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan neurajah, walau secara keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau neurajah merupakan salah satu genre sastra. Kita dapat mengungkapkan topik atau tema yang akan dibahas dalam keseluruhan esai di dalam pendahuluan. Unsur-unsur yang ada di dalam pendahuluan adalah latar belakang dan pendapat pribadi penulis mengenai tema yang akan dibahas secara lebih jelas dan detil pada bagian selanjutnya. Pendahuluan menjadi pengantar pembaca untuk memahami topik yang akan dibahas sehingga pembaca lebih mudah menelaah isi esai.
2. Isi/Pembahasan dari topik atau tema tulisan secara lebih detail
Isi atau pembahasan adalah bagian dari esai yang menjelaskan tema/topik tulisan secara lebih detil. Di dalam isi, penulis menjabarkan pendapatnya secara kronologis atau urut sesuai dengan ide yang disusun dalam kerangka sehingga esai menjadi koheren. Pembahasan dalam esai “Meurajah” tampak pada paragraf ke-2 yaitu terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan neurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya menggunakan media ayat-ayat suci Alquran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
3. Kesimpulan/Penutup untuk merangkum atau menyimpulkan apa yang sudah disampaikan.
Kesimpulan adalah bagian terakhir dalam esai. Bagian ini berisi kalimat yang merangkum atau menyimpulkan apa yang sudah disampaikan di pendahuluan dan pembahasan. Kesimpulan tidak boleh melebar ke topik lain. Contoh: Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung). Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya mereka tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para thabib, dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng peunukoeh” (tidak kuat pemotong).
3. Kaidah-kaidah Kebahasaan
Perhatikan kembali teks esaiyang telah dibaca sebelumnya. Tampak bahwa teks tersebut dibentuk oleh banyak kata dan sejumlah kalimat. Di dalam teks esai, kata-kata dan kalimat-kalimat itu ternyata memiliki kaidah atau aturan tersendiri. Kaidah-kaidah tersebut dapat dijadikan sebagai ciri ataupun pembeda dengan jenis teks lainnya.
Kaidah-kaidah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan bahasa yang bersifat denotatif. Kata-kata yang digunakan dengan kalimat pendek sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya dan tidak berlebihan.
b. Penggunaan kata kerja material atau kata kerja yang terkait dengan melakukan kegiatan atau tindakan.
Contoh:
1) Seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan.
2) Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang.
c. Kalimat fakta yang mendukung argumen yang dapat kita kaitkan dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Contoh:
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun.
berapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah.
C. Prosedur Pembelajaran
- Membandingkan teks esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis
Teks 1
MEURAJAH Meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan meurajah, walau secara keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau meurajah merupakan salah satu genre sastra. Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya. Meurajah Peneukoh Ka ek u langeet kah ku peugandoe (naik ke langit aku ketapel) Katroek di bumoe kah ku singkla (turun ke bumi aku ikat) Bak gaki kah ku boeh pasong (di kakimu aku pasang pasung) Bak idoeng gunci tembaga (pada hidungmu aku kunci dengan tembaga) Di hadapan raja diwa hong saidi Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat beragam mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan “hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan, demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib ini tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang diucapkan. Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung). Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya mereka tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para thabib, dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng peunukoeh” (tidak kuat pemotong). Oleh Zulfadli Kawom Dimuat di Buletin Tuhoe Edisi XVI, Desember 2013 |
Teks 2
ENONG DAN SEMANGAT PANTANG MENYERAH Oleh Muh Zuhri, S.Pd., M.Pd. Guru SMA Negeri 2 Boyolali, Jawa Tengah “Was dich nictht umbringt, macht dich nur starker” dalam bahasa Inggris adalah “what dosen’t kills you, makes you stronger”. Dalam Bahasa Indonesia “apa yang tidak dapat membunuhmu, membuatmu kuat” (Friedrich Wilhelm Nietzsche dalam Aprinalistria, 2015). Cobaan dan penderitaan hidup tidak boleh membuat putus asa. Harus dihadapi dengan tabah. Demikianlah, seharusnya manusia menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Kenyataan hidup harus dihadapi. Manusia harus berani mengambil keputusan atau pilihan hidup dengan berbagai risikonya. Itulah yang dilakukan Enong (tokoh) dalam kisah hidupnya. Tokoh telah mengambil keputusan untuk menghadapi cobaan hidup dengan penuh keberanian dan ketabahan. Begitulah makna yang tertangkap setelah membaca Padang Bulan novel pertama dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Penerbit Bentang Yogyakarta cetakan kesebelas, Februari 2017. Sesungguhnya, makna yang termuat dalam novel ini, menjadi sangat terkedepankan karena struktur alurnya, di samping faktor lain, misalnya, penokohan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sayuti (2000: 54-56) yang menyatakan bahwa plot atau alur sangat penting untuk mengekspresikan makna suatu karya fiksi, baik makna yang bersifat muatan, actual meaning, maupun makna yang bersifat niatan, intentional meaning. Melalui alur penulis mengorganisasikan pengalaman-pengalaman dalam karyanya dan cara penulis mengorganisasikan pengalaman tersebut memberi tahu banyak kepada pembaca tentang makna pengalaman itu baginya. Novel Padang Bulan terdiri atas 41 bagian yang oleh pengarangnya diberi istilah mozaik.Mozaik-mozaik dalam novel ini mence ritakan alur kehidupan tokoh utama Enong dan Aku (Ikal). Jumlah alur dalam novel ini pada dasarnya terdiri dua alur yaitu alur utama yang menceritakan kehidupan tokoh Enong dan alur tambahan yang menceritakan kehidupan tokoh Aku. Pada satu titik kedua alur itu bertemu (saat pertemuan tokoh Enong dan Aku di kantor pos pada mozaik 20 halaman 140) dan beberapa bagian atau mozaik selanjutnya, Pada awal cerita dikisahkan kehidupan keluarga miskin. Seorang Ibu-Syalimah- dan Ayah –Zamzami- yang memiliki tiga anak. Anak pertama bernama Enong yang memiliki dua adik. Keluarga ini tetap merasa bahagia meskipun miskin (Mozaik 1 halaman 1-7). Cerita kemudian berlanjut dengan kematian ayah Enong karena tertimbun tanah longsor ketika bekerja di pertambangan timah. Peristiwa ini menghadirkan awal konflik bagi tokoh Enong dalam kehidupannya ( Mozaik 2 halaman 11). Ia harus keluar sekolah dan mencari pekerjaan. Pilihan yang membawa berbagai persoalan bagi tokoh Enong (Mozaik 4 halaman 30). Di kota ia tidak mendapatkan pekerjaan dan akhirnya memutuskan pulang kembali ke desanya. Di desa ia menemukan adik-adiknya telah keluar dari sekolah dan tidak apapun yang bisa dikerjakannya. Ia menangis dan hampir putus asa (klimaks). Di puncak kebingungannya ia pergi ke danau dan mendapatkan ide menjadi pendulang timah (tahap permulaan pemecahan masalah), sebuah pekerjaan yang sangat berat yang selama ini hanya dilakukan oleh laki-laki (Mozaik 9 halaman 59). Namun ternyata masalah belum benar-benar teratasi. Permasalahan baru muncul, yaitu sulitnya mencari timah. Enong harus masuk ke hutan untuk mencari timah, ditipu oleh juru taksir timah (Mozaik 11 halaman 75) dan hampir dibunuh oleh pendulang timah yang lain (Mozaik 13 halaman 86). Semua penderitaan hidup tak membuat Enong menyerah. Ia tetap berusaha dan berjuang. Bahkan semangat untuk belajar dan menegakkan harkat diri tak pernah luntur. Ia belajar bahasa Inggris di sela-sela bekerja (Mozaik 11 halaman 71). Bahkan Enong memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Inggris (Mozaik 20 halaman 143). Tokoh utama kedua dalam novel ini adalah tokoh Aku (Ikal). Pada bagian awal Tokoh aku diceritakan tinggal sendiri di rumah kontrakan dan mengenang sosok ayahnya yang sangat menyayangi dan tipe pekerja keras (Mozaik 3 halaman 22-24). Bagian ini menceritakan sosok aku dan awal mula permasalahan yang dihadapi tokoh aku. Aku memutuskan berpisah dengan orang tuanya karena ayahnya tidak menyetujui tokoh aku menikah dengan gadis Tionghoa (A Ling) karena perbedaan agama (Mozaik 8 halaman 54-57). Setelah dibujuk dan diberi kabar bahwa ayahnya sakit keras, tokoh aku pulang kembali ke rumah (Mozaik 19 halaman 128-129). Di rumah tokoh aku menghadapi permasalahan tuntutan ibunya agar tokoh aku mencari pekerjaan (Mozaik 19 halaman 131). Ketika akan mengirim surat lamaran ke Jakarta dan mengirimkan lewat kantor pos, tokoh aku bertemu dengan Enong (Mozaik 20 halaman 140). Enong pada akhirnya memberikan nasihat agar tokoh aku tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan tokoh aku. Tokoh aku menghadapi permasalahan mencari pekerjaan (Mozaik 19 halaman 131) , menghadapi permasalahan dalam percintaan (Mozaik 21 halaman 151), dan menghadapi permasalahan tinggi badan dan krisis kepercayaan (Mozaik 31 halaman 221 -230). Enong menyadarkan bahwa permasalahan yang dihadapi tokoh aku tidak lebih berat dari permasalahan yang dihadapinya. Namun, Enong menghadapi permasalahan hidup dengan tabah dan pantang menyerah (Mozaik 35 halaman 262). Struktur alur cerita ini jika dibaca sekilas tampak meloncat-loncat antara menceritakan tokoh Enong dengan segala permasalahan kehidupannya dan tokoh Aku yang menghadapi permasalahan lain. Kisah Enong (tanpa kehadiran tokoh Aku) diceritakan pada Mozaik 1, 2, 4, 6, 9, 11, dan 13. Kisah tokoh Aku (tanpa kehadiran Enong) diceritakan pada Mozaik 3, 5, 7, 8, 10, 12, 14, 17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 34, 39, 40, dan 41). Namun, jika dicermati lebih dalam justru sebaliknya. Ada hubungan yang erat antara kisah Aku dengan kisah Enong. Kedua tokoh itu diceritakan dalam satu mozaik (kedua tokoh hadir pada satu mozaik) yaitu pada mozaik 16, 20, 21, 30, 32, 33, 35, 36, 37, dan 38. Kisah aku sebagai Alur tambahan sebagaimana dilukiskan di atas sangat berperan dalam mengedepankan makna yang akan disampaikan oleh pengarang melalui alur utama pada kisah kehidupan Enong. Tokoh aku “hanya” menghadapi “permasalahan ringan” yaitu tinggi badan (fisik), menghadapi rasa cemburu dalam percintaan, dan permasalahan mencari pekerjaan namun memiliki ijazah tinggi dan pandai berbahasa Inggris. Sedangkan Enong yang masih kecil dan lemah menghadapi permasalahan yang jauh lebih berat. Enong ditinggal mati ayahnya, keluar dari sekolah, mencari pekerjaan untuk menghidupi adik-adiknya, dan menghadapi usaha pembunuhan oleh preman bayaran. Enong mampu menghadapi permasalahan-permasalahan yang berat itu. Enong mengajarkan kepada tokoh Aku untuk tabah dan berjuang mengatasi semua permasalahan dalam hidup. Seperti yang dikatakan Enong kepada tokoh Aku “ Janganlah berputus asa. Lihatlah Kakak, ni, dari kecil Kakak susah. Cobaan datang bertubi-tubi, tapi mana pernah Kakak patah harapan. Tak pernah! Hidup ini harus tabah. Memang benar badanmu pendek, tapi mukamu tak jelek-jelek betul. Paling tidak, kau lihai berbahasa Inggris! “ (Mozaik 35 halaman 262). Inilah makna niatan, intentional meaning, pengarang: Hidup bisa menghadirkan berbagai macam cobaan dan penderitaan, tetapi manusia tidak boleh menyerah dan kalah. Manusia harus tabah dan terus berjuang mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya. Andrea Hirata melalui karya ini bersimpati dan memberikan penghormatan tinggi terhadap mereka yang berani menghadapi permasalahan, tabah, terus berjuang untuk mengatasi berbagai cobaan dan permasalahan kehidupan. |
Jika kita membandingkan kedua teks esai tersebut dari aspek pengetahuan maka dapat kita simpulkan bahwa teks esai 1 termasuk dalam teks esai paparan yang bertujuan untuk menjelaskan atau memaparkan lebih rinci suatu hal kepada pembaca. Tujuan utama esai ini untuk mengedukasi maupun memberikan informasi kepada pembaca.
Contoh dalam teks:
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya. |
Sedangkan dalam teks esai 2 termasuk dalam teks argumentatif bertujuan untuk meyakinkan pembaca untuk menerima ide, pandangan, sikap, maupun kepercayaan penulis terhadap suatu isu atau permasalahan. Esai argumentatif akan berusaha mengungkapkan kebenaran dari suatu ide dengan motif agar nantinya pembaca pada akhirnya akan berpihak pada penulis dan berbuat sesuatu berdasarkan opini yang terdapat dalam esai tersebut.
“Was dich nictht umbringt, macht dich nur starker” dalam bahasa Inggris adalah “what dosen’t kills you, makes you stronger”. Dalam Bahasa Indonesia “apa yang tidak dapat membunuhmu, membuatmu kuat” (Friedrich Wilhelm Nietzsche dalam Aprinalistria, 2015). Cobaan dan penderitaan hidup tidak boleh membuat putus asa. Harus dihadapi dengan tabah. Demikianlah, seharusnya manusia menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Kenyataan hidup harus dihadapi. Manusia harus berani mengambil keputusan atau pilihan hidup dengan berbagai risikonya. Itulah yang dilakukan Enong (tokoh) dalam kisah hidupnya. Tokoh telah mengambil keputusan untuk menghadapi cobaan hidup dengan penuh keberanian dan ketabahan. Begitulah makna yang tertangkap setelah membaca Padang Bulan novel pertama dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Penerbit Bentang Yogyakarta cetakan kesebelas, Februari 2017. |
Jika kita membandingkan kedua teks esai tersebut dari pandangan penulis pada teks 1 penulis mencoba memaparkan isi esai tersebut berdasarkan apa yang ada dalam pemikirannya hal ini terbukti dengan tidak adanya fakta-fakta yang akurat tentang data atau sumber yang digunakan dalam teks. Pada teks 2 penulis lebih kritis dalam memberikan argumen dengan sumber-sumber yang lebih jelas. Contoh yang terdapat dalam teks.
Teks 1
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat beragam mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan “hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan, demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib ini tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang diucapkan. |
Teks 2
Struktur alur cerita ini jika dibaca sekilas tampak meloncat-loncat antara menceritakan tokoh Enong dengan segala permasalahan kehidupannya dan tokoh Aku yang menghadapi permasalahan lain. Kisah Enong (tanpa kehadiran tokoh Aku) diceritakan pada Mozaik 1, 2, 4, 6, 9, 11, dan 13. Kisah tokoh Aku (tanpa kehadiran Enong) diceritakan pada Mozaik 3, 5, 7, 8, 10, 12, 14, 17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 34, 39, 40, dan 41). Namun, jika dicermati lebih dalam justru sebaliknya. Ada hubungan yang erat antara kisah Aku dengan kisah Enong. Kedua tokoh itu diceritakan dalam satu mozaik (kedua tokoh hadir pada satu mozaik) yaitu pada mozaik 16, 20, 21, 30, 32, 33, 35, 36, 37, dan 38. |
- Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik esai
a. Penggunaan bahasa yang bersifat denotatif. Kata-kata yang digunakan dengan kalimat pendek sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya dan tidak berlebihan.
b. Penggunaan kata kerja material atau kata kerja yang terkait dengan melakukan kegiatan atau tindakan.
Contoh:
1) Seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan.
2) Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang.
c. Kalimat fakta yang mendukung argumen yang dapat kita kaitkan dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Contoh:
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun.
(Oleh Yuli Sabarina)
0 komentar:
Post a Comment
Jadilah orang yang memberikan komentar yang baik untuk semuanya!